Profesi : Ibu

Waktu saya masih kecil, kalau ketemu dengan tante, oom, selalu diberi pertanyaan yang sama : “kalau sudah besar, nanti mau jadi apa ?”

Dengan lantang, mantab, gagah berani saya akan menjawab : “Dokter” atau “Insinyur” (biar kayak papi saya donk !) atau “Guru”, tergantung idola saat itu siapa. Hehehehe…

Sejalan dengan waktu…cita cita bergeser…

1. Gak mau jadi dokter ah, ketemu orang sakit melulu, ntar malah ketularan. Sekolahnya lama…. terus mesti ikatan dinas di kampung nun jauh gak jelas gitu… ujung ujungnya jadi dokter puskesmas. Well.. mungkin terlalu sempit pemikiran saya waktu itu, tapi cukup-lah untuk memupuskan cita cita saya menjadi dokter

2. Insinyur ? Mmmh….ternyata matematika bukan bidang keahlian saya, jadi saya yang ketakutan untuk masuk ke fakultas teknik sipil. Bayangin.. kalo ntar ketemu integral integral, dan gak bisa ??? bisa gak lulus lulus saya… Usaha papi saya dengan menunjukkan buku buku teknik sipilnya, ternyata tidak mampu menguatkan iman saya untuk masuk ke teknik sipil. Hehehehe… batal deh ikut jejak papi

3. Guru ? Waduuuhh gajinya kecil, muridnya bandel bandel…kayaknya gak keren deh ! Walaupun saya sempat juga melakoni profesi guru walaupun bukan formal di sekolahan, tetapi jadi guru les piano untuk anak anak. Senang sih.. karena tuntutan nya beda donk, nilai bukan target utama, tapi bagaimana anak anak itu bisa memainkan musik dengan senang hati. Plus.. jadi guru yang rajin bagi bagi sticker, hadiah hadiah buat murid murid kecilnya yang sudah rajin latihan di rumah. Hehehehehe… jadi guru musik, gajinya habis buat beli sticker doank…

Sepanjang perjalanan mencari cita cita, tak pernah terpikir profesi “Ibu rumah tangga” . Kenapa ? Menurut saya.. gak keren. Apa hebatnya, cuma jadi mami mami di rumah, masak masak, jaga anak, nyuci nyuci…** maaf** seklias lebih mirip kerjaan pembantu. Rugi donk cape cape sekolah kalo cuma jadi mami mami di rumah.

Tetapi perjalanan hidup tidak bisa semau kita, dalam progressnya.. akhirnya saya berhasil juga menjadi sarjana teknik industri (yang kata orang banci, teknik bukan.. tapi bukan ekonomi manajemen juga sih…haahahahaha), terus lanjut lagi ke jenjang S2 (karena abis lulus S1 belum pengen kerja, dan pas krismon juga, susah khan cari kerjaan untuk pemula) dengan mengambil jurusan Finance. Whoooaaa.. gak nyambung khan ? From teknik industri to finance. Kenapa pilih finance ? Well.. saat itu menurut saya finance lebih keren dari marketing. Khan hebat gitu lho.. hitung saham, hitung valas, hitung kelangsungan hidup sebuah bisnis…hehehehehe daripada marketing yang menurut saya lebih penting modal “kowar kowar” biar produk yang dijual menjadi laris manis dan lebih hebat dari aslinya. ** maaf ya buat yang jurusan marketing…

Toh, saat akhirnya saya bekerja, apakah si teknik industri itu kepakai ? mmh.. ada lah sedikit, karena sekarang saya di bagian logistic/purchasing, jadi masih ada deh sisa sisa hitung hitungan re-order point, stock level, buffer stock dll dll… Financenya gimana ? Waaahhh.. itu sih udah amin aja. Jujur saya sudah lupa semuanya.. karena tidak dipakai, akhirnya hitungan soal saham ,valas hanya tinggal kenangan. Karena ternyata walaupun saya bisa ilmunya, dan nilainya A semua, tapi saya tidak suka. Hehehehehe…

Setelah bekerja, akhirnya saya bertemu jodoh… terus punya 3 krucil kecil yang muncul setiap selang 2 tahun. Hahahahaha.. menurut temen temen saya “kamu rajin bener yaaaa.. produktif !” Hihihihi… yah.. itu khan rejeki dari Tuhan, saya dengan hepi hepi saja menerima. Apalagi melihat banyak teman / sodara saya yang belum diberikan juga, walaupun sudah pengen banget punya momongan.

Dengan 3 krucil… walaupun saya tetep merasa “keren” kerja full time di kantor, mau tidak mau, saya terpaksa rangkap profesi. Profesi underground saya, ya tetaplah menjadi Ibu. Tidak perlu kirim CV, tidak perlu interview, langsung profesi itu bisa saya terima seketika setelah anak saya yang pertama lahir. Siap ?? ya ngga juga… Hepi ?? Ya..seru lah.. bayi baru, lucu, kayak punya mainan baru khan..

Setelah hampir 6 tahun ber-profesi sebagai “Ibu”, saya baru menyadari.. bahwa tidak ada pekerjaan yang lebih “Dahsyat + Keren” daripada menjadi seorang Ibu. Kok bisa ? Lhoo… ya jelas donk. Coba deh kalo dilihat lagi.. nih ya.. saya kasih tahu :

1. Profesi mengikat seumur hidup, tidak bisa tukar, tidak bisa pindah lokasi (emang bisa ganti ganti anaknya ???)

2. Profesi tanpa bisa pikir pikir dulu mau terima atau tolak. Kemampuan harus mengikuti tuntutan situasi, mana bisa berharap keluarga yang meng-adjust dengan kemampuan si Ibu. Ya Ibu nya yang harus up grade terus terus-an. Hehehehehe…

3. Profesi tanpa kesepakatan gaji, karena basically gak terima gaji at all… (pheeewwww….)

4. Profesi tanpa cuti dan harus siap overtime 365 hari setahun 24 jam sehari.. (gludak guling guling…)

5. Profesi tanpa job desc yang jelas (harus canggih urus anak, harus bisa survive di dapur, harus siap jadi supir – guru pelajaran – guru nyanyi – guru nari – guru olahraga, bisa jahit menjahit / prakarya, jadi dokter cabutan kalau anak sakit, jadi direktur finance urusan keuangan rumah tangga, manager HRD untuk suster dan pembantu, manager purchasing untuk segala macam kebutuhan harian di rumah,  manager project untuk make sure semua proyek yang berjalan di seluruh lini berlangsung sukses) – trust me, semakin lama menjadi seorang ibu, job desc anda akan semakin bertambah banyak, tak peduli anda sanggup melakukannya atau tidak ! Soooo… upgrade your self ASAP to catch up the tasks

Nah.. coba deh anda pikir, profesi mana yang bisa lebih canggih dari profesi Ibu ?????

Tapi berapa banyak yang menghargai profesi itu ? Even saya saja dulunya sangat memandang remeh. Dan pada kenyataannya, saya harus jungkir balik di profesi Ibu dan jauh lebih pusing + capek daripada kerjaan saya di kantor .

Menyesal kalo jadi Ibu ???? Hehehehe… ya gak juga lah.. hanya  saya masih perlu belajar, bagaimana me-manage suasana hati & pikiran untuk berada di 2 jalur profesi.

Menjadi karyawan kantor : ada target yang harus dicapai, periode waktu jelas (umumnya tahunan), pencapaian jelas, rewardnya juga cukup jelas lah bagi saya dan menurut saya masih tetap “keren” — Hahahahaha…teteeeeepppp…

Menjadi seorang Ibu : target yang harus dicapai jelas…periode waktu tak terhingga.. pencapaian tergantung kerjasama dari anggota keluarga yang lain (suami dan anak anak, beserta crew). Rewardnya ?? gak jelas… karena sometimes dianggap sebagai “sudah layak dan sepantasnya” or “sudah kodratnya perempuan” or “memang gitu deh kalo jadi orang tua” Kebahagiaan seorang Ibu adalah saat melihat keluarga sehat dan bahagia, anak anak bisa mandiri dan berada di jalur yang benar dan pada akhirnya menemukan kebahagian mereka masing masing….

** Hargailah mereka yang berprofesi menjadi “Ibu” karena anda tak kan pernah sanggup membayar gaji mereka dan memberikan reward untuk hasil yang mereka capai.

(si mami galau….)

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *